MEMOonline.co.id, Jember - Kebijakan Bupati Jember memutasi sejumlah Guru Tidak Tetap (GTT), menuai kontroversi.
Sebab, banyak GTT yang terangkut gerbong mutasi Bupati, menolak kebijakan orang nomor satu di Jember.
Dengan alasan, mereka tidak nyaman dengan tempat barunya, meski jarak tempuhnya ada yang lebih dekat ke rumah tinggalnya.
Seperti yang disampaikan oleh Nur Fadli, salah seorang GTT, yang terang-terangan menolak keputusan Bupati Jember, atas mutasi dirinya dari tempat asal ke sekolah baru dengan (Surat Penugasan) SP.
Hal itu dilakukan tokoh pendidikan yang cukup dikenal dengan perjuangannya mendirikan lembaga, menyusul semakin banyaknya keluhan para guru GTT yang ditempatkan jauh dari domisilinya.
Kendati Nur Fadli sendiri dipindah dari SDN Bintoro 5 ke depan rumahnya, yakni SMP 1 Sokorambi, namun hal itu tidak membuatnya senang.
"Justru saya melihat kesusahan orang yang senasib dengan saya. Mereka sebetulnya menolak cuma takut untuk bersuara," ujar Fadli, Jumat (18/05/2018) siang.
Menurutnya, kebijakan itu justru membuat masalah baru di masyarakat, karena tidak mungkin dengan jarak yang sangat jauh akan bisa maksimal untuk mengajar.
"Ada yang dari Semboro ditempatkan di Sumberjambe, apa ia ini akan maksimal, belum lagi efek sekolah yang ditinggalkan," paparnya.
Saat disinggung pernyataan Bupati Jember, yang mengatakan bahwa syarat mendapatkan SP harus S1, meski pelaksanaan di lapangan tidak seperti itu, Fadli mengaku kecewa.
"Ini kayaknya ada salah satu orang yang mengatur itu," sesalnya.
Saat ditanya terkait gaji, fadli mengaku sudah dapat informasi dari bupati langsung kalau akan dinaikan berapa kali lipat.
"Katanya Rp 1.400.000 itu disampaikan langsung di depan umum. Meskipun gaji sebesar itu kalau tidak sesuai dengan hati nurani saya pribadi akan menolak," tegas Fadli.
"Yang menjadi pertanyaan, andai sekolah yang ditempati sekolahnya tidak gemuk (muridnya sedikit) ini akan berpotensi masalah," imbuhnya.
Diakhir komentarnya Fadli mengaku tidak takut, kalaupun dirinya harus diberhentikan dan dicabut SPnya gara-gara penolakan itu.
"Saya tidak pernah takut, walaupun tidak dapat SP saya tetap bisa makan," pungkasnya. Saya juga heran, tiba-tiba nama saya tercantum dalam SP Bupati, padahal sebelumnya tidak, kan kasihan mereka yang pengabdiannya lama, tapi tidak mendapat SP Bupati," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, pemberian SP di Kabupaten Jember terkesan carut marut. Karena masih banyak GTT yang mengabdi diatas 10 tahun dan memiliki ijazah linier, tidak tercover.
Sementara GTT yang mendapatkan ada yang belum berijazah S1 (lulusan D2) dan banyak juga pengabdian hanya dibawah 5 tahun, namun mereka dapat.
Dan anehnya, dalam surat penugasan tersebut dicantumkan sudah lulus S1. (Imam H/diens)