Oleh : Jacob Ereste
MEMOonline.co.id.- Berdasarkan pengalaman, Prof. Chusnul Mar'iyah, mantan Komisaris Komisi Pemilihan Unum (KPU) 2002-2007, jelas dan tegas menyatakan, agar masalah carut marut dan kecurangan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tak diselesaikan lewat Mahkamah Konstitusi (MK) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), karena lembaga tersebut tidak lagi bisa dipercaya mau menjalankan fungsi dan tugasnya seperti yang diamanatkan Undang-Undang.
Yang strategis itu harus ditempuh lewat jalur politik. Yaitu, tetap lewat KPU. Jika tidak, semua bisa diserahkan saja kepada anak-anak muda, aktivis pejuang demokrasi dengan mengerahkan kekuatan massa aksi turun ke jalan, tandasnya guru besar Universitas Indonesia (UI) ini mengurai saran dan pendapatnya melalui video source kahal_channel pada akun TikTok @muntiani.anwar yang beredar luas di media sosial.
Sementara Surat Terbuka Tentang Sirekap untuk Rektor / Wakil Rektor ITB (24 Februari 2024) yang ditulis Jay Sofyan Mulyana, alumni Teknik Sipil Angkatan 1977 menginformasikan oleh pihak KPU bahwa data eror Pilpres tak bisa diperbaiki/ diedit input datanya dari aplikasi Sirekap.
Sedangkan eror data untuk legislatif pada Pemilu 2024 bisa dilakukan koreksi dari kesalahan yang terjadi. Jadi, selama tidak ada penjelasan dari pembuat aplikasi Sirekap (ITB), maka hasil rekapitulasi KPU tidak legitimate, karena banyak anomali, keanehan.
Sebaiknya, pihak ITB segera memberi penjelasan resmi, jika tidak maka ITB bisa dianggap berkontribusi pada kekacauan pelaksanaan demokrasi (Pemilu) di Indonesia dan harus ikut bertanggung jawab bila terjadi chaos akibat silang pendapat terhadap hasil Pilpres 2024.
Dilaporkan juga ratusan Ulama Jawa Timur yang berhimpun dalam Forum Penyelamat Pemilu Jurdil (FPPJ) menggelar deklarasi menolak hasil Pemilu 2024. Mereka menuntut pelaksanaan Pemilu ulang, karena pencoblosan yang dilakukan pada 14 Februari 2024 baik Pilpres maupun Pileg, penuh kecurangan dan intimidasi untuk memenangkan pasangan calon tertentu, kata Deklarator FPPJ, Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H., LL.M. di Surabaya, 24 Februari 2024.
Pernyataan Prof. Machfud MD soal hak angket yang mempersoalkan kecurangan Pemilu 2024, menyanggah tidak cocok untuk dilakukan. Sebab menurut Ganjar Pranowo, hak angket merupakan hak penyelidikan DPR RI sebagai salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminta keterangan KPU dan Bawaslu mengenai penyelenggaraan Pemilu 2024 yang diduga kuat dilakukan dengan cara yang curang.
Mendesak DPR RI melakukan hak angket, ujar Machfud MD merupakan untuk merespon dugaan kecurangan pada Pemilu 2024 sangat boleh dilakukan.
Hak angket itu akan ditujukan kepada pemerintah terkait dengan kebijakan dan kewenangan dalam pelaksanaan Pemilu 2024. Karena yang digembar-gemborkan oleh para juru bicara paslon presiden tertentu, bahwa hak angket itu tidak cocok dilakukan untuk dapat segera menyelesaikan masalah dalam pelaksanaan Pemilu 2024 yang ditengarai banyak terjadi kecurangan, tandasnya.
Hak angket, kata Machfud MD, merupakan hak DPR RI untuk melakukan pemeriksaan atau penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah dengan syarat-syarat tertentu yang diatur konstitusi kita. Angket itu diberlakukan bukan untuk Pemilu, tetapi dilakukan terhadap kebijakan terhadap kewenangannya.
Isyarat yang telah diserukan berbagai pihak sebelumnya, seperti dari Aliansi Kebangsaan Pemilu 2024 merupakan hajatan politik yang strategis untuk kembali kepada fitrah cita-cita bangsa dan negera Indonesia dengan menjaga kekuatan dan partisipasi rakyat untuk memperbaiki pelaksanaan demokrasi yang selaras dengan Pancasila dan UUD 1945 yang asli.
Kemerosotan kualitas demokrasi di Indonesia tidak semata-mata mencerminkan defisiensi etika politik, tetapi juga semacam resultante dari kelemahan rancangan serta malpraktek dari tata pemerintahan yang dibiarkan bertumbuh liar selama ini dalam berbagai praktek yang dilakukan rezim penguasa.
Karena itu, rakyat sebagai pemilik sah kedaulatan tidak boleh tinggal diam. Karena rakyat bukan obyek dari segenap bentuk maupun model pembangunan yang harus dan wajib dilakukan. Termasuk esensi dari pesta demokrasi, sesungguhnya bukan untuk dan demi penguasa, tetapi merupakan hak dan milik rakyat.
Penulis : adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.