Dedi Mulyadi: Indonesia Dengan Zakat dan Pajak Seharusnya Makmur

Cawagub Jabar Dedi Mulyadi, Ngabuburit bersama tokoh masyarakat di Grand Wisata, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jumat (25/5/2018).
920
ad

MEMOonline.co.id, Bekasi - Tambun Selatan - Calon Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menilai, seharusnya masalah kemiskinan di Jawa Barat dan Indonesia sudah bisa terselesaikan. Sebab, selama ini terdapat dua lembaga yang diberikan kewenangan untuk mengumpulkan dana.

Dua lembaga tersebut adalah Badan Amil Zakat Nasional yang ditugasi menghimpun amal. Produknya berupa zakat, infak dan sedekah.

Selain itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak juga rutin memungut pajak dalam setiap tahun.

“Secara logika, seharusnya Indonesia menjadi bangsa maju dan makmur karena ada dua kanal besar penghimpun dana. Ada Badan Amil Zakat Nasional dan Direktorat Pajak,” kata Dedi di kawasan Grand Wisata, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jumat (25/5/2018).

Menurut Dedi, dalam tata aturan penyaluran zakat, Islam telah memberikan panduan konkret. Zakat tersebut harus diberikan kepada 8 ashnaf (golongan) yang tercantum dalam Surat At Taubah ayat 60.

“Sasarannya jelas sesuai dengan dimensi sosial. Zakat harus di salurkan kepada 8 golongan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Seluruh golongan ini berhak menerima sesuai dengan proporsi masing-masing,” katanya.

Berdasarkan ayat tersebut, kedelapan golongan itu adalah fakir, miskin, amilin (operasional pengumpul) dan mualaf. Selain itu, hamba sahaya, gharimin (orang berutang), sabilillah dan ibnu sabil termasuk ke dalam 8 golongan tersebut.

Sabilillah merupakan orang yang berjuang di jalan Allah SWT dengan berbagai kapasitas kemampuan. Sementara Ibnu Sabil merupakan orang yang kehabisan bekal saat menempuh perjalanan jauh untuk kepentingan Agama Islam.

Dedi berpandangan, ke delapan ashnaf ini juga merupakan tanggung jawab negara. Artinya, bukan semata tugas sebuah badan amil zakat untuk memenuhi kebutuhan mereka melalui penghimpunan dana umat.

“Itu juga kan termasuk ke dalam amanat konstitusi kita, amanat UUD 1945. Saya kira itu satu substansi,” katanya.

Dedi menjelaskan, penguasa Perancis Napoleon Bonaparte melihat posisi strategis zakat sebagai jaring pengaman sosial dan instrumen pembangunan. Karena itu, dia memberlakukan pungutan di Perancis serupa zakat, dalam hal ini pajak.

Sistem ini kemudian terkenal di Eropa dan diadopsi oleh Belanda. Negara terakhir ini menjajah nusantara dan memberlakukan sistem pajak untuk menopang logistik operasional di koloninya. Bahkan, sebagian besar hasil pajak tersebut dibawa ke Belanda.

“Nah, ini mereka niru-niru zakat nih. Lahirlah sistem pajak pertama kali di Prancis, diadopsi Belanda dan kita mengenalnya karena dijajah,” ucap Dedi.

Bupati Purwakarta yang menjabat dua periode itu menilai, APBN dan APBD selain berpihak pada 8 ashnaf, juga harus berpihak pada pembangunan. Sehingga, ada dimensi penyelesaian masalah sosial yang tercermin dalam dokumen uang rakyat tersebut.

“Di negara Barat misalnya, pengangguran pun diberikan tunjangan sosial. Itu dari dana pajak," pungkasnya. (Bam/Diens).

ad
THIS IS AN OPTIONAL

Technology

MEMOonline.co.id, Lumajang- Dugaan tambang pasir illegal di Kabupaten Lumajang kembali mencuat. Masyarakat meminta, aparat penegak hukum menindak...

MEMOonline.co.id, Lumajang- Optimalisasi penunjang sarana dan prasarana sektor pertanian terus dilakukan di lingkup desa di Kabupaten Lumajang Jawa...

MEMOonline.co.id, Sampang- H inisial, pelaku pembunuhan terhadap inisial Y beberapa waktu lalu di desa Bapelle, kecamatan Robatal, kabupaten Sampang,...

MEMOonline.co.id, Lumajang- Polisi terus mendalami motif pembunuhan di Jalan Raya Klakah Desa Mlawang tepat di seberang jalan SPBU Klakah Minggu dini...

MEMOonline.co.id, Sumenep- Sejumlah proyek hasil Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Jawa Timur 2024 di Kabupaten Sumenep diduga tidak memiliki prasasti...

Komentar