MEMOonline.co.id, Sumenep- Sumenep kembali menjadi sorotan terkait dugaan penyerobotan lahan pesisir pantai dan ruang bawah laut di perairan Gersik Putih yang mencakup wilayah Kecamatan Gapura dan Kalianget.
Sertifikat Hak Milik (SHM) atas lahan yang sebelumnya merupakan tanah negara diduga terbit tanpa proses yang sesuai, melibatkan pengusaha lokal, perangkat desa, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumenep.
Menurut Sarkawi, tokoh masyarakat setempat, sejak era reformasi 1997/1998, warga Dusun Padurekso bebas memanfaatkan kekayaan laut di wilayah tersebut.
Namun, mulai tahun 2010, pengusaha tertentu mulai menguasai ruang laut untuk kepentingan pribadi.
Sejumlah sertifikat, seperti SHM No. 730 (1997) atas nama Ajeng Maimunah dan SHM No. 01302 (1999) atas nama Sri Sumarlina Ningsih, diduga diterbitkan untuk tanah kosong negara dan dialihfungsikan menjadi pelabuhan TUKS (Terminal untuk Kepentingan Sendiri).
Ironisnya, pelabuhan tersebut justru digunakan untuk aktivitas komersial.
Sarkawi mencurigai kejanggalan dalam penerbitan SHM oleh BPN Sumenep, yang diduga tidak memeriksa lokasi sesuai peraturan.
Pasal 71 dan 75 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 jelas menyebutkan sanksi administratif dan pidana bagi pemanfaatan ruang perairan tanpa izin yang sah.
Kasus ini telah dilaporkan ke Polres Sumenep sejak 2021, namun hingga 2024 belum ada kejelasan hukum.
Brigade 571 TMP dan kelompok pengawas masyarakat meminta Kapolres Sumenep segera menindaklanjuti kasus ini sesuai peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Penulis : Alvian
Editor : Udiens
Publisher : Syafika Auliyak