MEMOonline.co.id, Bekasi - Cikarang Pusat - Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bekasi melihat ada kemungkinan perkembangan dan pengembangan potensi wilayah utara seperti di Kecamatan Muaragembong. Karena wilayah pesisir ini akan terdampak dari perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur (Jabodetabekjur).
“Keppres Nomor 54 Tahun 2008 sedang direvisi oleh pemerintah pusat. Kalau melihat dari kondisi dan mengacu pada Keppres tersebut, sangat dimungkinkan wilayah utara perkembangannya tergantung dari Jabodetabekjur,” kata Kabid Fisik dan Prasarana pada Bappeda Kabupaten Bekasi, EY Taupik.
Taupik mengatakan, Pemerintah Kabupaten Bekasi menginginkan Kecamatan Muaragembong lebih maju dari saat ini. Namun sampai sekarang keinginan itu terganjal peraturan.
“Kita masih kesulitan mengembangkan Muaragembong. Karena sebagian besar lahan di Muaragembong milik Perhutani. Sehingga RTRW kita tidak bisa diubah untuk hal yang lain,” katanya.
“Tapi dengan adanya perubahan RTRW Jabodetabekjur ini kita mohon kepada Kementerian bagaimana kalau Muaragembong dilakukan kerja sama pembangunan antara Kementerian Kehutanan dengan investor,” lanjutnya.
Dalam kerja sama itu, kata Taupik, nantinya ada hak dan kewajiban. Seperti pembangunan kawasan komersil dan hunian oleh investor.
“Tapi dia (investor) juga berkewajiban ‘menghutankan’ Muaragembong. Karena di Muaragembong itu kawasan hutan tapi tidak ada hutan,” ucapnya.
Menurut Taupik, pembangunan di Muaragembong lebih baik dilakukan ketimbang reklamasi pantai Teluk Jakarta. Karena akan meningkatkan perekonomian warga, menyelesaikan persoalan kemiskinan, infrastruktur, pendidikan dan kesehatan.
“Jadi katakanlah sebagai pengembangan wilayah baru,” katanya.
Soal daya dukungnya yang bersumber dari alam, lanjut Taupik, Muaragembong cukup memiliki potensi. Karena di wilayah pesisir ini dilalui Sungai Citarum.
“Sungai Citarum berpotensi menjadi air baku untuk wilayah setempat. Karena air Citarum seluruhnya masuk ke laut. Tapi dengan adanya kota mandiri, maka bisa kita bendung itu menjadi danau air tawar yang berdampingan dengan pantai,” katanya.
“Danau itu juga nanti bisa jadi obyek wisata. Jadi ada potensi pengembangan wisata juga di situ. Soal banjir rob bisa kita buat tanggul sepanjang pantai. Sehingga posisi danau ada di atas rata-rata air,” tambahnya.
Rencana pengembangan itu bisa terwujud jika dilakukan kerja sama. Karena pemerintah daerah terganjal peraturan untuk mewujudkan hal tersebut.
“Tapi kalau ada keinginan yang kuat dari pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur dan kehidupan masyarakat Muaragembong, saya yakin bisa terwujud melalui kajian khusus atau pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden tentang kerja sama dengan investor,” katanya.
Upaya untuk mewujudkan Muaraembong menjadi lebih baik sudah dilakukan. Seperti mengusulkannya melalui rapat koordinasi di Kementerian.
“Sudah saya usulkan secara lisan di rapat Kementerian. Kalau pada domain kebijakan Pemda, belum kita lakukan,” tambahnya.
Mengubah Muaragembong dengan rencana-rencana tersebut untuk menjadi lebih baik dan berkembang diakui Taupik sebagai ide ‘gila’. Namun ia menegaskan kalau Pemerintah Kabupaten Bekasi tidak menolak keberadaan hutan.
“Ini yang menjadi dilematis kita. Di Muaragembong ada 11 ribu hektar lahan milik perhutani, tapi hutannya tidak ada,” pungkasnya. (Enr/Bam/Diens).