Oleh: Fendi Chovi
MEMOonline.co.id – Meski hingga saat ini masih banyak diantara kita, diantara pembaca semua, yang tidak percaya akan arti sebuah mimpi dan masih menganggap mimpi hanyalah bunga tidur, namun tidak bagi pasangan muda ini, yang baru seumur jagung menikah.
Karena menurutnya, mimpi yang ia alami saat tidur, nyata mengandung petunjuk bagi perjalanan hidup keluarganya dari masa ke masa.
Berikut torehan pena sahabat Fendi Chovi, yang merekam jejak mimpi tetangga desanya, serta kejadian-kejadian selanjutnya.
Suatu hari, seorang lelaki muda yang barus saja kawin dengan seorang gadis se desanya, menjadi kebingungan karena tidak memiliki penghasilan tetap.
Dengan skill dan jejaring yang tidak seberapa kuat, pemuda itu akhirnya memilih bekerja serabutan, demi menafkahi keluarga kecilnya, yang baru saja dibangun.
Pemuda tersebut bekerja sesuai permintaan orang-orang, dengan bayaran yang tidak seberapa.
Hingga pada suatu ketika, lelaki muda itu tidak mau lagi menerima tawaran kerja, dan memilih menganggur dalam kurun waktu yang cukup lama.
Namun tanpa ia sadari, biaya hidup yang dikeluarkan setiap hari bersama istrinya, membuat keluarga muda tersebut memiliki hutang yang cukup banyak, yakni hingga puluhan juta rupiah.
Dan disaat pasangan tersebut mengalami masa-masa sulit, cemoohan dan ledekan dari keluarga dan tetangga dekatnya, mulai berdatangan, dan santapan sehari-hari.
Atas peristiwa tersebut, kepala keluarga pasangan muda itu, kembali bangkit dan bekerja serabutan lagi dengan waktu yang cukup lama, yakni hingga berbulan-bulan, demi mencukupi kebutuhan sehari-hari rumah tangganya.
Hingga suatu ketika, pemuda itu ketemu dengan teman sekolahnya, dan diajak berbisnis madu. Ia pun tergiur dan menjalani profesi baru di desa sebagai peternak tawon, yang memproduksi madu.
Awalnya, ia sudah memiliki kebiasaan menaruh tempat tawon itu di atas pohon dan tak jarang mengambil madu dari atap-atap rumah orang.
Perjuangan memulai bisnis madu dengan beternak tawon masih jarang dipikirkan orang-orang di desa saat itu. Saat itu, ia juga menikmati jatuh bangun demi mengembangkan bisnis tersebut.
Suatu malam, ia bermimpi anak yatim. Dalam mimpinya itu, ia melihat anak yatim meminta uang sebesar dua puluh ribu rupiah dengan bentuk uang yang sudah lusuh.
Kebetulan saat itu, dirinya memang sedang memegang uang dengan nominal yang diminta anak yatim tersebut.
Awalnya, ia keberatan sebab uang itu memang satu-satunya hal berharga untuk dinikmati bersama sang istri.
Tapi anak yatim itu merengek-rengek terus meminta uang tersebut dan tak jarang menegur agar jangan menjadi manusia yang pelit.
Lelaki itu awalnya bingung. Itu uang yang sangat berharga untuk kedua pasangan muda tersebut. Namun, atas saran istrinya, ia pun memberikan uang itu.
Saat bangun, ia terkejut karna peristiwa tadi ternyata hanya mimpi semata.
Di pagi harinya, ia tetap teringat mimpinya semalam. Saat kedatangan tamu, ia tak menyangka jika itu adalah jawaban mimpinya semalam.
Tamu itu berniat membeli madu. Ajaibnya, sang pembeli tidak main tawar menawar soal harga dan langsung mengikuti permintaan si penjual.
Madu miliknya terjual dengan nominal diluar dugaannya. Ia menikmati uang penjualan madu dengan nominal yang cukup fantastis.
Bisnis madu yang ia jadikan profesi sambilan ternyata laku dengan nominal di atas apa yang ia bayangkan sebelumnya.
Ia bahagia. Tapi, ia melihat sesuatu yang aneh. Saat dirinya menyaksikan dalam jumlah satu jutaan uang miliknya, seluruhnya diisi uang dua puluh ribuan.
Setelah itu, ia pun jadi ingat mimpinya semalam dan seketika ia mencari anak yatim yang tak lain anak tetangganya sendiri. Ia kasih uang lebih. Bahkan, tiga kali lipat dari uang yang ia liat dalam mimpi.
Sejak bisnis madu itu laris di pasaran. Ia mulai memiliki pendapatan yang bisa menaikkan derajat status sosialnya di mata masyarakat. Bahkan, ia juga mulai membangun rumah serta membantu saudara-saudaranya yang lain.
Ia bahagia dengan bisnisnya itu dan pekerjaan lainnya yang dijadikan sampingan. Ia juga bahagia tinggal di desa dengan penghasilan yang lebih dari cukup untuk kebutuhan keluarganya.
Ia pun menjadi ingat akan peristiwa jenaka saat bertemu dengan temannya. Kebiasaan teman-temannya yang sesama pebisnis madu, yairu biasa membuka dompet, lalu mengatakan dengan gelagak berguyon. "Begini seharusnya jadi lelaki ... uang berbaris bergambar Soekarno - Hatta di dompet harus tebal," kata sebagian dari mereka.
Sejak saat itu, pertemuan dengan anak yatim itu menjadi tradisi untuk keluarganya untuk lebih rajin menyantuni anak-anak yatim dan fakir miskin.
Ia percaya betapa dasyatnya, doa-doa anak yatim dan saat kita menyenangkan mereka bagi karir dan keselamatan hidup yang kita jalani. (*)
Fendi Chovi: adalah pegiat Literasi di FLP Sumenep