![](/img/full/?file=1554718584-kamsulhasan.jpg)
Oleh : Kamsul Hasan
MEMOonline.co.id - Salah satu pertanyaan tentang pemahaman hukum, etika dan peraturan terkait pemberitaan adalah perbedaan Pers dan Medsos.
Indonesia melalui UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, memang membedakan antara pers dan Medsos. Artinya tidak semua media disebut pers.
Pertanyaan dalam UKW tentang Pers dan Medsos sebenarnya ingin menggali pemahaman peserta uji sekaligus melindunginya.
Pers sebagaimana dirumuskan pada Pasal 1 angka 1 UU Pers, adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melakukan kegiatan jurnalistik.
Tidak cukup hanya dengan memahami Pasal 1 angka 1 saja tetapi juga harus berlanjut pada Pasal 1 angka 2 tentang definisi perusahaan pers.
Perusahaan pers di sini harus berbadan hukum secara khusus. Selama ini diartikan berbadan hukum khusus, satu badan hukum satu media.
Sebenarnya yang dimaksud badan hukum khusus adalah badan hukumnya tidak boleh bercampur baur dengan usaha lainnya.
Setelah memahami definisi pers dan perusahaan pers, selanjutnya pahami Pasal 9 ayat (2) UU Pers mengenai bentuk badan hukum Indonesia.
Bila Pasal 9 ayat (2) terasa kurang rinci, bisa baca Peraturan Dewan Pers, khususnya SE 01 tahun 2014 tentang bentuk badan hukum Pers, yaitu PT, koperasi atau yayasan.
Baik Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 2 maupun Pasal 9 ayat (2) UU Pers pernah diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh seorang pengusaha pers yang berbadan usaha CV.
MK tidak dapat menerima dalil pemohon. Putusan Oktober 2018 memperkuat bahwa yang dimaksud badan hukum perusahaan pers di Indonesia harus PT, Koperasi atau Yayasan.
Dengan demikian kalau mau disebut perusahaan pers harus memenuhi persyaratan di atas. Bagi media yang tidak memenuhi persyaratan di atas maka tidak disebut pers.
Penyelesaian Sengketa
Media yang dikelola memenuhi persyaratan sebagai perusahaan pers maka sengketa pemberitaan yang dilaporkan ke polisi harus diawali dengan keterangan ahli pers.
Kesepakatan bersama Dewan Pers dan Kapolri. Bila Dewan Pers atau ahli pers yang ditunjuk menyatakan sengketa itu domain UU Pers, maka diselesaikan dengan cara ini. Sebaliknya bila tidak memenuhi persyaratan maka sengketa diselesaikan dengan UU lainnya.
Wartawan perlu memahami
Wartawan perlu memahami media yang mendapat perlindungan dari UU Pers karena itu pertanyaan dan pemahaman tentang Pers dan Medsos ditanyakan pada semua kelompok uji.
Wartawan yang salah pilih bekerja pada media seakan-akan perusahaan pers bisa merugikan diri sendiri.
Sengketa pemberitaan pada media non pers dipastikan tidak gunakan UU Pers. Itu artinya sistem pertanggungjawabannya juga berubah dari fiktif menjadi air terjun.
Pertanggungjawaban air terjun tersangkanya dimungkinkan lebih dari satu orang. Wartawan yang menulis pada media bukan pers, turut menjadi subjek hukum. (*)
Dikutip Dari: wartalika.id