MEMOonline.co.id, Kota Malang - Tabir korupsi di tubuh Pemkot Malang makin lebar terkuak. Hal itu menyusul vonis pidana terhadap mantan Walikota H.M. Anton; mantan Ketua DPRD Arif Wicaksono, mantan Kadis Jarot Edy S, serta 40 anggota DPRD setempat.
Realitas ironis di Kota Malang itu menunjukkan adanya sejumlah kesaksian dan fakta hukum yang menarik dicermati dan didalami. Termasuk penetapan tersangka baru terhadap mantan Sekkota Cipto Wiyono oleh oleh KPK.
Pengungkapan kasus korupsi Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) 2015 Kota Malang oleh KPK, telah menunjukkan kepada publik bahwa selama ini korupsi sudah menjadi kebiasaan (habbit) di dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Korupsi P-APBD 2015 tersebut telah memperlihatkan secara gambling modus operandi yang sering digunakan oleh penyelenggara negara untuk menggarong uang rakyat. Di antaranya, (a) uang THR, (b) uang Pokir, (c) MoU Sampah, (d) jual-beli jabatan, (e) suap pembahasan proyek, (f) suap pembahasan APBD dengan fee satu persen, dan sejumlah modus lainnya.
Malang Corruption Watch (MCW) telah mengumpulkan sejumlah informasi dan data dari berbagai sumber untuk memperjelas bagaimana modus operandi korupsi di kota ini.
Pertama, dimulai dari dugaan korupsi dengan modus uang THR pada pembahasan dan pengesahan P-APBD-2015 (Seri I). Dugaan Korupsi ini terjadi Juli 2015.
MCW menduga terminologi yang cocok dipakai dalam kasus ini adalah "uang THR", karena dilakukan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Hal tersebut diperkuat penggunaan istilah “Pokir” dalam modus korupsi yang lain.
Berikut Kronologi dan fakta hukum yang terungkap di dalam persidangan mantan Walikota H.M.Anton, di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jl. Juanda, Sidoarjo.
(1). Pada 25 Juni 2015, di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang
dilakukan Rapat Paripurna I dengan agenda penyampaian sambutan Walikota.
Dalam mengantar Konsep Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Malang dengan DPRD tentang Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) P-APBD 2015.
(2). Pada 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat Badan Anggaran DPRD Kota Malang dan pendapat fraksi-fraksi terhadap Konsep Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Malang dan DPRD tentang KUA dan PPAS Perubahan APBD 2015, terdapat pertemuan antara Moch Arief Wicaksono (Ketua DPRD) dan Suprapto, bertempat di ruang transit rapat paripurna DPRD Kota Malang. Hadir pula Wawali Sutiadji, Cipto Wiyono dan Jarot Edy Sulistiyono.
Dalam pertemuan tersebut, Moch Arief Wicaksono meminta Walikota memberikan uang sebagai imbalan pembahasan Rancangan Perubahan APBD 2015 dengan istilah uang “pokir”. Uang itu untuk anggota DPRD setempat agar pembahasan berjalan lancar.
Atas permintaan tersebut Walikota menyanggupi, kemudian memerintahkan Cipto Wiyono selaku Sekda untuk menyiapkan uang “pokir”.
(4). Selanjutnya Cipto Wiyono meminta Jarot Edy Sulistiyono agar memerintahkan Tedy Sujadi Soemarna Kepala Bidang Perumahan dan Tata Ruang pada Dinas PUPPB Kota Malang untuk menemui dirinya. Setelah Tedy Sujadi Soemarna menghadap Cipto Wiyono, kemudian Cipto Wiyono meminta agar Tedy Sujadi Soemarna mengumpulkan uang dari
para rekanan/pemborong pada Dinas PUPPB setempat sebesar Rp 900 juta. Atas permintaan tersebut Tedy Sujadi Soemarna melaporkannya kepada Jarot Edy Sulistiyono.
(5). Setelah uang terkumpul Rp 900 juta,
pada 13 Juli 2015 pagi hari Tedy Sujadi Soemarna menyerahkan uang “pokir”
kepada Jarot Edy Sulistiono di Kantor Dinas PUPPB, Jl. Bingkil No.1 Kota
Malang. Selanjutnya Jarot Edy Sulistiono melaporkan kepada Cipto Wiyono.
(6). Pada 13 Juli 2015 Walikota meminta kepada Cipto Wiyono agar pembahasan Perubahan APBD 2015 segera dilaksanakan 14 Juli 2015 guna mendapatkan persetujuan dari DPRD, karena Walikota khawatir pihak DPRD akan berubah pikiran menolak menyetujui Rancangan Perubahan APBD 2015
(7). Masih pada 13 Juli 2015 sekitar pukul 10.00 WIB, Moch Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono menanyakan kepastian adanya uang “pokir” yang dimintanya untuk DPRD setempat. Dijawab dananya sudah ada. Sekitar pukul 12.00 WIB Cipto Wiyono dan Moch Arief Wicaksono bersepakat menunda rapat pengambilan keputusan DPRD untuk menyetujui Perubahan APBD TA 2015 dari semula 14 Juli 2015 menjadi 22 Juli 2015 atau 24 Juli 2015. Alasannya pengambilan keputusan terlalu cepat dan tidak wajar apabila pembahasan Perubahan APBD 2015 hanya satu minggu.
(8). Pada 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB Moch Arief Wicaksono menghubungi
Cipto Wiyono meminta realisasi uang “pokir” untuk DPRD. Kemudian Cipto Wiyono menyampaikan bahwa uang akan segera diserahkan oleh Jarot Edy Sulistiyono. Sekitar pukul 14.00 WIB atas perintah Cipto Wiyono, Jarot Edy Sulistiyono menghubungi Moch Arief Wicaksono menanyakan ke mana penyerahan uang “Pokir” sebesar Rp.700 juta. Kemudian Moch Arief Wicaksono meminta agar uang “pokir” diserahkan di rumah dinasnya, Jl. Panji Soeroso No. 7 Kota Malang, dengan terlebih dahulu dipisahkan jatah untuk dirinya sebesar Rp 100 juta dan untuk seluruh anggota DPRD setempat Rp 600 juta dibungkus tersendiri. Sedangkan sisanya, Rp 200 juta dikuasai oleh Cipto Wiyono
(9). Selanjutnya sekitar pukul 15.00 WIB Tedy Sujadi Soemarna menyerahkan uang Rp 700 juta terbungkus dalam kardus kepada Moch Arief Wicaksono di rumah dinasnya. Setelah mendapat laporan penyerahan uang “pokir” tersebut, maka Cipto Wiyono melaporkannya kepada Walikota.
(10). Selanjutnya Moch Arief Wicaksono mengambil sebesar Rp100 juta. Sedangkan yang Rp 600 juta tetap di dalam
kardus, kemudian Moch Arief Wicaksono menghubungi Suprapto menyampaikan bahwa uang “pokir” sudah diterima dan meminta Suprapto datang ke rumah dinasnya
(11). Bahwa setelah Suprapto datang, Moch Arief Wicaksono meminta Suprapto menghubungi para wakil ketua DPRD dan para ketua fraksi DPRD agar datang ke rumah dinasnya. Setelah dihubungi kemudian datang kerumah dinas Moch Arief Wicaksono adalah Wiwik Hendri Astuti Wakil Ketua DPRD, Rahayu Sugiarti Wakil Ketua DPRD, Suprapto Ketua Fraksi PDIP, Sahrawi Ketua Faksi PKB, Hery Subiantono Ketua Fraksi Partai Demokrat, Sukarno Ketua Fraksi Golkar, Mohan Katelu Ketua Fraksi PAN, Salamet Ketua Fraksi Gerinda, Heri Pudji Utami Ketua Fraksi PPP-Nasdem, Ya’qud Ananda Gudban Ketua Fraksi Hanura-PKS dan Tri Yudiani Komisi D/Fraksi PDIP;
(12). Selanjutnya Moch Arief Wicaksono membagi uang Rp 600 juta kepada para wakil ketua DPRD, ketua fraksi dan ketua jomisi masing
masing sebesar Rp15 juta, dan kepada anggota DPRD Kota Malang lainnya masing-masing sebesar Rp12,5.
(13). Pada 22 Juli 2015 dilaksanakan rapat pembahasan Rancangan APBD 2015 yang berjalan lancar dan hasilnya menyetujui untuk disahkan menjadi Perubahan APBD TA 2015, lalu dituangkan dalam Keputusan DPRD Kota Malang Nomor 188.4/48/35.73.201/2015, tanggal 22 Juli 2015 tentang Persetujuan Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Kota Malang Tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015 menjadi Peraturan Daerah Kota Malang tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015. Kemudian diterbitkan Perda Kota Malang Nomor 6 Tahun 2015 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015 pada tanggal 14 Agustus 2015
Catatan penting atas korupsi P-APBD 2015 tersebut:
(1). Istilah “pokir” mucul dari mantan ketua DPRD Kota Malang.
(2). Berdasarkan kesaksian dari sejumlah anggota DPRD, tidak tahu menahu terkait dengan perubahan istilah “uang pokir”.
(3). Berdasarkan keterangan Wiwik (Wakil ketua), “dalam suatu rapat M Arief pernah mengarahkan agar anggota dewan tidak usah memikirkan pokir-pokir yang diusulkan oleh konstituen karena nanti akan diganti dengan sejumlah uang.
(4). Berdasarkan kesaksian JES, Cipto meminta dirinya untuk mengumpulkan uang THR dari kontraktor dalam pembahasan P-APBD 2015. Berikut dugaan nama-nama kontraktor yang dimaksud berdasarkan kesaksian Teddy: CV. AN, CV. DB, CV. KA, CV. KPJB, CV. GMU, CV. F, CV. MU, CV TA, CV.ES, CV. BU, CV. TL, CV. AR, CV.PH, CV.FJ, CV.PJ, CV.BP, CV.BJ, CV. STA, CV. CP, CV.AJU, CV.AS, CV.EGR, CV.GU, CV. JS, CV.DT, CV. CKM, CV. TJ, CV. SN, CV. ES, CV.
SEN, CV. KM, CV. CM, CV. MJA, CV. CV. DPT, dan CV. SJ.
Hampir semua kontraktor tersebut mengerjakan proyek penunjukan langsung (PL) dengan nominal nilai proyek di bawah Rp 200 juta yang berada di dinas PU Kota Malang.
(5). Berdasarkan kesaksian Cipto Wiyono, uang Rp 200 juta yang dipisah dan dia kuasai, diberikan kepada Arif Wicaksono tanpa dilihat oleh siapa pun.
(6). Beberapa wakil pimpinan meminta kembali tambahan uang kepada MAW karena merasa memiliki jabatan sehingga harus ada pembedaan perlakuan.
(7). Berdasarkan keterangan Suprapto, malam harinya dia kembali mendapatkan tambahan uang sebesar Rp. 2,5 juta dari ketua DPRD.
(8) Berdasarkan keterangan dari Heri Subiantono, dia benar menerima uang Rp 42,5 juta dari OS (istri MAW) di rumah dinas Ketua DPRD Kota Malang, disitu ada pula MAW, Suprapto dan Subur. Uang tersebut lantas dibagikan kepada anggota lainnya.
Berdasarkan dari catatn tersebut, Malang Corruption Watch mendesak:
1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit terhadap seluruh pengerjaan proyek yang telah selesai di Kota Malang dari tahun 2015-2018 baik penunjukan langsung maupun yang ditenderkan.
2. KPK menelusuri lebih mendalam dugaan aktor lain yang diduga terlibat bersama-sama di dalam kasus korupsi P-APBD 2015.
3. KPK melakukan koordinasi dan supervise terhadap penyelenggaraan pemerintahan di Kota Malang.
4. Mengajak masyarakat Kota Malang untuk terus mengawasi penyelenggaraan pemerintahan di Kota Malang.
Demikian siaran pers MCW yang dilansir M. Fahrudin A, Koordinator MCW. (Risma/diens)