MEMOonline.co.id, Lumajang - Seteru antara Keluarga Ahli waris Raden Purwoto Kusumo dengan Imron Fauzi (Gus Imron), warga Desa Tempeh Tengah Kecamatan Tempeh Kabupaten Lumajang, kian meradang.
Bermula dari keluarga ahli waris Raden Purwoto Kusumo yang bermaksud menjual sebidang tanah milik orang tuanya pada Imron Fauzi. Namun, pasca adanya kesepakatan antara keduanya pada Februari lalu, hingga kini ahli waris merasa sama sekali belum menerima pembayaran dari Imron Fauzi.
Wina Heri Purwanti, anak dari Syamsul Hadi yang merupakan Cucu Raden Purwoto Kusumo menilai ada kejanggalan. Bahkan, melalui kuasa hukumnya ia meminta agar Imron Fauzi membongkar pagar yang dipasang ditepian lahan yang ditransaksikan, karena dianggap belum tuntas urusan jual belinya.
"Terkait dengan tanah yang dibangun oleh Imron Fauzi ini yaitu berupa pagar, dilahan ahli waris Raden Purwoto Kusumo. Saya selaku kuasa hukum dari ahli waris atas nama Syamsul Hadi untuk mendampingi keluarga dari ahli waris, bahwa terkait pemagaran tanah hak milik ahli waris tersebut, kami akan melayangkan surat somasi kepada Imron Fauzi, meminta agar yang bersangkutan bisa untuk membongkar pagar yang telah dibangun diatas tanah atau lahan ahli waris," tutur Suryadi, kuasa hukum ahli waris pada media ini, Sabtu (8/8/2020).
Bahkan, jika somasi pertama dan kedua tak digubris, Suryadi berkata akan melaporkan hal tersebut pada polisi.
Tepisah, Imron Fauzi pria yang akrab disapa Gus Imron saat dihubungi media ini mengaku jika pihaknya telah melakukan rangkaian proses kesepakatan sebagaimana surat kesepakatan yang sebelumnya ditandatangani bersama, dan disaksikan oleh sekretaris pemerintahan desa setempat, lalu dirujuk ke salah satu notaris di Lumajang untuk kemudian diurus terkait akta jual beli, dan peralihan nama kepemilikannya dari penjual beralih pada pembeli.
Gus Imron juga mengakui, memang saat ini belum ada uang yang ia berikan pada ahli waris, karena berdasar pada kesepakatan tersebut, tertulis tahapan untuk kemudian dilakukan secara bertahap, sesuai waktu yang tertera dalam surat kesepakatan.
"Itu tanah sudah saya beli, kemudian saya sudah bayar DP. Namun perhari ini, tanah yang sudah saya beli, dijual lagi ke pihak lain tanpa se izin saya dan perikatan jual beli masih belum dibatalkan. Ini kan justru penipuan yang terjadi," ucap Gus Imron, Minggu (9/8/2020).
"Kalau dikatakan DP adalah uang yang diterimakan kepada ahli waris, saya belum. Kenapa belum?, karena perjanjiannya tidak ada uang tidak ada DP yang diserah terimakan kepada ahli waris. Perjanjiannya adalah satu, pembelian tanah dengan angka Rp. 2,5 Miliar, yang kedua biaya administrasi dan pembebasan lahan yang saat itu sedang disewa oleh orang lain, itu kewajiban saya. Biaya notaris, biaya pajak, biaya yang kaitannya dengan admistrasi itu saya. Itu sudah saya lakukan. Sudah ada uang masuk kurang lebih Rp. 200 juta untuk bayar itu," imbuh dia.
Sementara uang untuk ahli waris, terang Gus Imron akan cair yang pertama, senilai Rp. 100 juta jika akta jual beli (AJB) sudah keluar. Dua bulan berikutnya Rp. 500juta menunggu sertifikat keluar, sementara pelunasan adalah ketika sertifikat keluar atau jadi.
"Itu uang yang harus diterima oleh ahli waris," tukas Gus Imron.
Menurut Gus Imron, jika dirinya dibilang tidak membayar DP itu adalah merupakan fitnah yang kejam. Karena menurutnya, biaya administrasi itu sudsh dibayar olehnya.
"Dan pemberian uangnya ada waktunya. Kalau belum waktunya kenapa saya harus bayar," pungkasnya.
Sembari dia meminta, jika persoalan ini dapat diselesaikan secara baik - baik. (Hermanto)