Puluhan Tahun Mengabdi, Impian Sunarip Menjadi PNS Kandas di Tengah Jalan

Foto: Sunarip (63) Warga Dusun Juhrojuh, Desa Sumbersalak, Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember Jawa Timur.
1329
ad

MEMOonline.co.id, Jember - Setiap orang pasti mendambakan  untuk diangkat jadi pegawai negeri sipil (PNS), apalagi warga negara yang telah puluhan tahun mengabdikan diri sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT) tentunya diangkat jadi abdi negara sangat dinanti sebagai buah pengabdian selama puluhan tahun. 

Nanun impian itu tidak bakal dialami oleh Sunarip (63) Warga Dusun Juhrojuh, Desa Sumbersalak, Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember Jawa Timur. 

Dia tidak akan pernah menikmati gaji PNS seumur hidup. Sesuai aturan, warga negara bisa diangkat jadi PNS dari jenjang umur harus dibawah 60 tahun.

Kendati umurnya sudah tua, pengabdiannya tetap semangat mengabdi sebagai tukang sapu dan bersih-bersih di Sekolah Dasar Negeri Sumbersalak 4.

Profesi ini, dia lakoni sejak tahun 1990 pada masa orde baru hingga detik ini, masih tetap mengabdi menjadi pesuruh.

Hal itu bisa dibuktikan, dengan Surat Tugas menggunakan kertas lama, yang dikeluarkan oleh seorang kepada sekolah bernama Marsahe pada tanggal 20 Mei 1990 kala itu.

Sejak itu, dirinya sudah meniatkan diri mengabdi kepada negara, meskipun hanya menjadi pegawai tidak tetap di struktur kepegawaian paling bawah.

Diakuinya, gaji pertama yang dia terima kala itu, hanya Rp 50.000 setiap bulannya. Namun, tetap saja dijalani. Maklum saja, hanya ijzah setara SMP yang dia sodorkan saat melamar.

“Waktu itu saya masih belum punya anak, sekarang sudah punya cucu. Dulu hanya digaji Rp 50.000 kadang ya diberi sayur dan kelapa oleh warga. Kalau dihitung sampai hari ini 28 tahun saya mengabdi,” jelas Sunarip, sambil menunjukan secarik bukti kertas.

Kata Sunarip, seangkatan dengannya kebanyakan sudah banyak yang terjaring PNS. Karena setiap pendataan seperti K2 selalu dimasukan.

“Pada waktu pendataan K2 saya tidak dimasukan. Katanya, faktor usia karena tidak bisa menjadi PNS. Anehnya, ada juga yang usianya melebihi kok bisa masuk. Biarlah, saya pasrah pada nasib, jadi PNS atau tidak saya memilih tetap mengabdi di sekolah ini sampai akhir hayat saya, mungkin ini sudah menjadi nasib saya,” jelasnya dengan memelas.

Beruntung, walaupun sudah tidak ada harapan menjadi PNS, dirinya masih menyempatkan diri beternak sapi dan kerja sampingan sepulang sekolah. Hingga akhirnya, mampu menyekolahkan anaknya sampai bangku kuliah.

“Ke dua anak saya nantinya yang akan melanjutkan perjuangan saya sekolah ini. Yang satu tercatat sebagai K2 lulusan D2 PGSD. Dan yang satunya lagi masih kuliah di Al-Qodiri, pengabdiannya sudah lebih 10 tahun, yang satunya 6 tahun,” paparnya.

Namun sayang, keberuntungan rupanya kembali tidak berpihak kepada ke dua putranya. Pada saat Bupati Jember memanggil tenaga honorer ke duanya pulang dnegan tangan hampa.

“Mungkin karena S1 nya belum keluar. Mungkin ini sudah nasib keluarga saya, selamanya menjadi abdi negara, saya hanya bisa menghela nafas ketika yang mengabdi baru saja dapat SK sedangkan anak saya yang sudah sepuh tahun lebih belum apa- apa,” ucapnya.

Kata Sunarip, kedua anaknya hampir saja putus asa mau alih profesi. Setelah disadarkan dan dijelaskan bahwa hidup didunia ini hanya perjalanan bukan tujuan akhir.

“Kalau saya ikhlas pengabdian saya tidak dihargai. Saya ikhlas saya tidak menjadi PNS. Tapi minimal hargai perjuangan anak saya, yang sampai saat ini masih belum apa-apa. yang didapatkan hanya NUPTK dan SK kepala sekolah dan gajipun masih belum jelas,” paparnya.

Menurut Sunarip, anak tertuanya mengabdi sepuluh tahun lebih memegang kelas. Tapi sayang, sejak ada peraturan baru (ada pembagian target jam mengajar), dirinya digantikan dan tidak lagi pegang kelas lagi.

“Ijazah anak saya yang K2 lulusan D2 PGSD. Tapi mengapa, yang mengabdi lama harus digeser karena kuliahnya belum selesai,” ungkapnya.

Dirinya berharap, Bupati Jember bisa memberikan ruang kepada kedua putranya untuk bisa tetap mengabdi untuk melanjutkan perjuangannya.

“Saya ingin sekali ketemu bupati, menyampaikan uneg-uneg saya. Ini saya Ibu Bupati faida, sukwan pinggiran, apakah anak saya yang sudah mengabdi puluhan tahun harus juga terpinggirkan gara-gara belum selesai S1?, “ ungkapnya sembari air matanya menetes.

Sementara Budi Gunawan, salah seorang pemerhati dunia pendidikan Kabupaten Jember, mengaku sangat terenyuh dengan cerita Sunarip.

Menurutnya, apa yang terjadi kepadanya, merupakan pelajaran bagi para pemimpin di tingkat lembaga, untuk benar-benar memperhatikan nasib bawahan.

“Pemerintah wajib hukumnya memberikan penghargaan kepada belaiu. Walaupun tidak mejadi seorang PNS . Minimal, ada reward dan perhatian. Jangan sampai ada lagi Sunarip lain ke depannya, hanya karena tidak diikutkan pendataan,” pintanya.

Pria yang berprofesi sebagai kepala sekolah di Sekolah Negeri Ajung 2 ini berharap, Bupati Jember untuk bisa memberikan ruang untuk bia menemuinya.

“Salut pada pak Sunarip, saya betul betul salut. Inilah pengabdian yang sesungguhnya, inilah seorang inspirasi abdi negara yang benar-benar mengabdi, dan rela melanjutkan pengabdiannya walaupun yang diharap tidak bisa lagi didapatkan,” tukasnya. (Gio/jun)

ad
THIS IS AN OPTIONAL

Technology

MEMOonline.co.id, Jember- Karnaval dalam rangka memperingati HUT RI ke-79 sukses menarik perhatian ribuan warga Desa Suren, Kecamatan Ledokombo,...

MEMOonline.co.id, Sumenep- 100 Kalender Event yang digagas Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep tahun 2024 menimbulkan...

MEMOonline.co.id, Jember- Masih dalam rangka memperingati HUT ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia, Desa Kepanjen Kecamatan Gumukmas Kabupaten Jember...

MEMOonline.co.id, Jember- Pembangunan rabat beton di Dusun Lengkong Toko, Desa Mrawan, Kabupaten Jember, yang masih tergolong baru, kini menuai...

MEMOonline.co.id, Jember- Proyek pengaspalan jalan di Dusun Lengkong Toko, Desa Mrawan, Kecamatan Mayang, Kabupaten Jember, menuai keluhan dari warga...

Komentar